RSS

Senin, 15 November 2010

ILEGAL LOGGING

Pengertian Ilegal Logging
Istilah illegal – logging muncul ketika banyak terjadi penebangan penebangan yang dilakukan oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab terhadap fungsi dan manfaat hutan. Illegal – logging diartikan sebagai kegiatan penebangan hutan secara liar yang berarti bahwa melakukan penebangan hutan dengan tidak menggunakan kaidah – kaidah atau norma – norma yang berlaku dan mengabaikan kaidah silvikultur. Illegal–logging atau sering juga disebut pembalakan illegal oleh Forest Watch Indonesi (2003) digunakan untuk menggambarkan semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan, pengolahan dan perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hukum Indonesia. Pada prinsipnya ada dua jenis illegal – logging. Yang pertama dilakukan oleh operator sah yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam ijin yang dimiliki. Dan yang kedua adalah melibatkan pencuri kayu dimana pohon-pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai hak legal untuk menebang. Sementara itu dalam Global Climate Change memberikan pengertian bahwa Illegal logging is generally understood to mean timber that is harvested, transported, processed or sold in contravention of a country’s laws.

Faktor Penyebab Ilegal Logging
Praktek illegal logging yang selama ini dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab terjadi karena beberapa hal yang kesemuanya saling terkait. Penyebab tersebut adalah pertama adanya krisis ekonomi yang berkelanjutan mengakibatkan tingginya harga – harga barang konsumsi, sementara masyarakat disekitar hutan yang sudah miskin tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga salah satu cara yang paling mudah adalah memanfaatkan hutan untuk kepentingan diri sendiri dengan jalan memanfaatkan hutan dengan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah pemanfaatan
hutan, khususnya kayu, dengan cara yang tidak benar.
Kedua dengan krisis ekonomi pula mengakibatkan perusahaan yang bergerak disektor kehutanan, khususnya industri kayu, banyak yang mengalami kemunduran usaha, karena tingginya harga – harga barang produksi, sehingga untuk mendapatkan bahanbaku kayu dengan harga murah dilakukan pembelian dari kayu yang tidak syah yang berasal dari hasil praktek illegal logging.
Ketiga, lemahnya penegakan hukum, karena tidak adanya concerted action yang dapat menyuburkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Disamping itu kurangnya dana atau lack of budget dalam upaya mendukung kemampuan politik dan kurangnya tekanan publik.mPada tataran masyarakat, kondisi moral, sosial dan budaya masyarakat, serta aparat cenderung menjadi tidak kondusif terhadap kelestarian hutan dan dilain pihak masih banyak industri pengolahan kayu yang membeli dan mengolah kayu dari hasil illegal logging.

Dampak yang Ditimbulkan Ilegal Logging
Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.
Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi.
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.
Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar perhari sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar (Antara, 2004).
Ketika hutan dimanfaatkan dengan cara menebang berdasarkan kaidah – kaidah dan norma – norma yang berlaku, masyarakat, khususnya masyarakat disekitar hutan telah banyak memperoleh manfaat dari hutan, antara lain sebagai pekerja hutan, seperti sebagai penggarap tanah hutan secara tumpang sari, sebagai blandong atau penebang hutan yang secara berkelanjutan dan terus menerus mendapatkan penghasilan dari pekerjaan tersebut.
Dengan penghasilan yang relatif cukup dan berkelanjutan akan berakibat meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat disekitar hutan. Meningkatnya konsumsi masyarakat disekitar hutan akan meningkatkan pula sektor – sektor yang lain, misalnya industri dan perdagangan untuk saling berebut menuju masyarakat disekitar hutan, sehingga menjadikan masyarakat disekitar hutan akan secara terus menerus semakin berkembang. Dampak lebih lanjut adalah masyarakat disekitar hutan semakin sejahtera dan akan berdampak pula pada meningkatnya tingkat pendidikan. Dengan pendidikan yang tinggi, akan memberikan wawasan kepada masyarakat disekitar hutan untuk lebih menyadari fungsi dan manfaat dari hutan, sehingga pada gilirannya akan menjadikan hutan semakin lestari. Penebangan hutan yang dilakukan berdasarkan kaidah–kaidah dan norma-norma yang berlaku menjadikan hutan menempatkan diri sebagaimana fungsinya. Namun demikian ketika terjadi krisis ekonomi yang berkelanjutan, tekanan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat semakin meningkat, karena harga barang–barang kebutuhan konsumsi terus membumbung tinggi, sementara pendapatan justru sebaliknya semakin menurun.
Disamping itu sulitnya lapangan kerja mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran, menjadikan hutan sebagai lahan atau tempat tumpuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan cara memanfaatkan hutan dengan sebanyak-banyaknya, meskipundengan cara-cara yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku.
Sementara itu dengan penegakan hukum lemah, menjadikan hutan semakin menjadi tumpuan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya. Akhirnya disana-sini banyak terjadi pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab terhadap fungsi hutan, yaitu dengan jalan melakukan penebangan secara liar atau illegal logging.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar